Dua ribu enam belas .. tahun yang begitu membekas. Ketika mengawalinya aku tidak begitu banyak ekspektasi, tetapi akhirnya diujung tahun ini aku merasa semuanya pas. Aku tahu di 2015 semua serba abu-abu, begitu mengakhiri 2016 aku melihat banyak yang menjadi jelas.
Awal tahun aku masih berkutat dengan mata kuliah usang yang tidak kunjung aku selesaikan. Teman-teman sudah banyak yang berkarya selepas kuliah, aku bahkan masih rebutan kelas dengan adik tingkat semester pertama. Namun ada peluang lain yang tidak disangka, membangun sebuah usaha wedang kopi yang aku gandrungi.
Maka sampai tengah tahun aku berjibaku, bertemu orang-orang baru, menambah ilmu, menyentuh hati-hati yang baru.
Sampai Agustus datang, aku tersadar aku harus menyelesaikan kuliah. Entah bagaimana caranya. Aku sejujurnya sudah malu pada diriku sendiri. I just wanna finish what I started. Banyak hal kulakukan; skripsian, bolak balik BPN, setiap malam nongkrong di kedai, pulang-pulang begadang, segala jenis rapat dan agenda.
Ada hati-hati yang harus dimengerti, ada ego-ego yang harus dipangkas rapi, ada raga-raga yang menuntut sepi, ada harapan yang tidak bisa harus terpenuhi, ada cinta yang harus dijaga rapi…
Akhirnya aku lulus di November. Aku bahkan tidak bisa menangis, aku hanya diam. Begini rasanya. Begini akhirnya, perjuangan selama bertahun-tahun yang memerangkapku dalam ruangan berisi seribu wisudawan. Aku banyak diam. Bukan menertawai joke “wisuda adalah perubahan status dari mahasiswa menjadi pengangguran”, karena di hari setelah wisuda, aku harus masuk kerja. Tanpa liburan, tanpa syukuran, tanpa euforia kelulusan.
Aku langsung menghadapi dunia pasca kampus penuh tantangan. Pergi pagi, pulang malam, punggung pegal, mata lelah, tapi entah kenapa aku merasa bahagia saja.
Hingga Desember hampir berakhir. Aku masih seperti ini. Menyemangati jiwa-jiwa di ujung salah satu mimpi mereka, menjaga kesehatan diri dan pikiran, menyejuki diri sendiri, menjaga tawa dan membebat luka yang terlanjur menganga.
Meski terkadang aku memilih menepi, bersama pena dan kertas bergaris, memerangkap mimpi, bercerita cinta, mengeluhkan kesah, tanpa berharap pada apa apa.
Hanya aku, kertas, dan pena.
Seperti saat ini.
Hari terakhir 2016
Waaa aku suka! 😍 ber-soul pii!
Terimakasih qaqa~
*tarik selimut lagi